HUKUM QURBAN MELALUI ARISAN

By : Inggit Fitriani

1. Pengertian Qurban
Kurban atau qurban yang dikenal dengan istilah fiqih dengan sebutan udhiyah, yaitu hewan tertentu yang disembelih pada waktu tertentu dengan niat taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah).
Dari segi bahasa, qurban bermaksud sesuatu yang dikorbankan kerana Allah SWT. Dari sudut syara', qurban bermaksud menyembelih binatang yang tertentu pada masa-masa yang tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hukum ibadah kurban (qurban) adalah sunat muakkad (sunah yang penting untuk dikerjakan) bagi siapa yang melakukannya. Sabda Nabi Muhammad SAW yang bermaksud: “Aku diperintahkan agar menyembelih qurban dan ia sunat bagi kamu.” (Riwayat Tirmizi).
Waktu pelaksanaan acara qurban adalah dari mulai matahari sejarak tombak setelah sholat idul adha tanggal 10 bulan haji (Zulhijjah) sampai dengan matahari terbenam pada tanggal 13 bulan haji (Zulhijjah).
Qurban telah disyari'atkan pada tahun kedua hijrah sama seperti ibadah zakat dan sembahyang Hari Raya. Firman Allah SWT QS. Al-Kautsar

{ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ }

Artinya: “Maka laksanakanlah shalat kerana Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Hewan ternak yang boleh dijadikan hewan qurban / kurban ialah:
• Kambing biasa dengan umur lebih dari dua tahun
• Biri-biri atau domba dengan umur lebih dari satu tahun atau pernah ganti gigi,
• Kerbau / Sapi dengan umur lebih dari dua tahun
• Unta dengan umur lebih dari lima tahun
Syarat-syarat sah pemilihan hewan kurban yang boleh menjadi qurban :
 Badannya tidak kurus kering,
 Tidak sedang hamil atau habis melahirkan anak,
 Kaki sehat tidak pincang,
 Mata sehat tidak buta / cacat lainnya,
 Berbadan sehat,
 Kuping / daun telinga tidak terpotong.

B. Qurban Arisan
Kurban adalah termasuk ritual ibadah mahdhah, yaitu terikat dengan tata cara dan aturan yang baku, peraturan itu bersifat sakral dan tidak boleh diubah-ubah lagi.
Khusus masalah patungan atau biasa disebut dengan istilah musyarakah, ada ketentuan resmi dimana dibolehkan untuk menyembelih sapi, kerbau atau unta bersama-sama sebanyak 7 orang dan tidak boleh lebih dari itu. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW: Dari Jabir ra. Berkata, ”Kami menyembelih qurban bersama Rasulullah SAW di Hudaibiyah, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang." (HR Muslim, Abu Daud dan Tirmizy). Jadi kalau pun ada urunan atau patungan, maka harus ditetapkan hanya tujuh orang saja, tidak boleh lebih dari itu.
Dalam masalah pahala, ketentuan qurban sapi sama dengan ketentuan qurban kambing. Artinya urunan 7 orang untuk qurban seekor sapi, pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga dari 7 orang yang ikut urunan
Diperbolehkan melakukan arisan asalkan sesuai dengan ketentuan dan syari’at yang telah ditentukan.
Misalnya beberapa orang karena keinginan yang kuat ingin berqurban tetapi kurang mampu, maka bisa berpatungan (arisan), tiap bulan sebesar Rp 10.000,00 sebanyak 5 orang sehingga setahun terkumpul Rp 600.000,00 dan digunakan untuk Qurban (kambing) atas nama salah satu peserta arisan. Peserta lainnya menunggu giliran tahun berikutnya. Maka hal tersebut diperbolehkan, karena sudah menjadi kesepakatan bersama dari anggota arisan yaitu memberikan uangnya kepada yang mendapat giliran berkurban yang menjadi haknya, bukan atas nama seluruh anggota arisan yang ikut di dalamnya. Dan ia mendapat pahala ibadah kurban atas dirinya.
Berbeda dengan orang yang patungan (arisan) berkurban melebihi jumlah yang ditentukan di dalam syariat dan kurban atas nama bersama. Misal: orang yang berkurban 1 ekor sapi untuk 100 orang. Maka mereka tidak mendapat pahala ibadah kurban tersebut karena tidak sesuai dengan syariat, tetapi mereka hanya mendapat pahala sedekah.
Contoh yang lain misalnya: Beberapa orang mengadakan qurban bergilir (arisan) dan jumlah pesertanya 28 orang, tiap tahun berqurban 1 ekor sapi untuk 7 orang, jadi jika pesertanya 28 orang maka akan habis selama 4 tahun. Cara yang seperti itu dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda, bisa saja orang mengatakan bahwa cara seperti itu tidak ada tuntunannya dari Rosulullah, karena hal tersebut memang tidak pernah ada di masa Rosulullah.
Namun jika dilihat dari hukum arisan itu sendiri sebenarnya halal, selama semua syarat dan ketentuannya dipatuhi, serta tidak mengandung unsur riba dan penipuan. Di balik sistem arisan yang dibenarkan syariah, juga ada manfaat lain, misalnya untuk memberikan motivasi mengumpulkan uang atau menabung, meski tidak selalu berhasil untuk semua orang. Tetapi sebagai salah satu teknik menabung, dalam beberapa kasus sering juga berhasil.
Jadi intinya, arisan yang disebutkan itu hanya sebagai upaya atau trik lain dari menabung. Yang hasil ujungnya tetap sama saja, yaitu setiap orang mengumpulkan uangnya dari kantong masing-masing dalam jangka waktu tertentu.
Bentuk arisan seperti ini juga ada kemiripan dengan cara lain, misalnya dengan infak untuk qurban. Infaq untuk qurban ini sering diselenggarakan di sekolah-sekolah. Yang membedakannya adalah disini mereka berniat untuk berinfak dan bukan tabungan. Niat masing-masing anak sekolah bukan berqurban tetapi berinfak biasa.
Sebagai sebuah perumpamaan, bila ada 100 orang murid yang masing-masing itu berinfak kepada satu orang, dan seorang seribu rupiah sehari, maka dalam sehari terkumpul 100.000 rupiah. Dalam sepuluh hari akan terkumpul infaq sebesar 1 juta rupiah.
Uang infak yang terkumpul itu diserahkan kepada satu orang, bukan dengan niat ibadah qurban tetapi sedekah biasa. Barulah kemudian si penerima infaq ini membeli seekor kambing dengan niat untuk beribadah qurban untuk dirinya. Dan tentu saja pahalanya untuk dirinya sendiri. Ketika kambing akan disembelih, maka nama yang disebutkan adalah nama dirinya, bukan nama semua anak sekolah itu.
Namun ada juga riwayat yang menyebutkan satu ekor kambing untuk satu keluarga dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia. Sebagaimana hadits berikut ini. Abu Ayyub berkata, ”Dahulu orang di zaman Rasulullah SAW menyembelih seekor kambing kurban untuknya dan anggota keluarganya, mereka makan dan memberi makan orang lain hingga orang semakin berbanga-bangga seperti yang kamu lihat." (HR Ibnu Majah dan Tirmizy).
Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, bahkan Nabi SAW berqurban untuk seluruh dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing qurban. Sebelum menyembelih beliau mengatakan: ”Ya Allah ini qurban dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 4/349). Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Adapun yang dimaksud dengan kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan onta 10 orang, adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dst.
Namun seandainya ada orang yang hendak membantu shohibul qurban yang kekurangan biaya untuk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status qurbannya.


KESIMPULAN

Kurban adalah termasuk ritual ibadah mahdhah, yaitu terikat dengan tata cara dan aturan yang baku, adapun hukum ibadah kurban (qurban) adalah sunat muakkad (sunah yang penting untuk dikerjakan) bagi siapa yang melakukannya. Qurban telah disyari'atkan pada tahun kedua hijrah sama seperti ibadah zakat dan sembahyang Hari Raya.
Untuk masalah patungan atau biasa disebut dengan istilah musyarakah, ada ketentuan resmi dimana dibolehkan untuk menyembelih sapi, kerbau atau unta bersama-sama sebanyak 7 orang dan tidak boleh lebih dari itu, dan kambing untuk 1 orang saja. Apabila ada yang arisan untuk berqurban kambing, sapi, unta, dan kerbau, itu hanya sebagai trik untuk menabung dan itu diperbolehkan asal tidak bertentangan dengan aturan yang di syari’atkan.

HUKUM MENGGUNAKAN OBAT PENUNDA HAID DALAM ISLAM

By : Dela Anisa Erlando & Inggit Fitriani



  1. Pengetian  Haid 
Haid menurut bahasa, berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah syara’ ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu. Jadi haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh karena ia darah normal, maka darah tersebut berbeda sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap wanita.[1]
Menstruasi mengacu pada pengeluaran secara rutin darah dan sel-sel tubuh dari vagina yang berasal dinding rahim. Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan terjadi setiap bulannya secara rutin kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi terjadi secara terus-menerus setiap bulannya itu disebut siklus menstruasi.
Dari segi medis, haid adalah suatu keadaan dimana rahim (uterus) permukaannya (endometrium) lepas disertai perdarahan, akibat tidak terjadinya pembuahan (fertilisasi).[2]
Didalam Al-Qur’an haid dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat  222



Artinya: Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itulah jauhilah istri pada waktu haid, dan janganlah kamu dekati mereka sebelum mereka suci.
Dari beberapa pengertian haid diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa haid adalah darah kotor yang keluar dari vagina yang berasal dari dinding rahim akibat tidak terjadinya pembuahan (fertilisasi), yang terjadi secara rutin setiap bulan bukan disebabkan oleh suatu luka, penyakit, keguguran, ataupun karena kelahiran.
Namun terkadang siklus bulanan tersebut menjadi masalah bagi wanita mengingat disaat datang bulan tersebut seorang wanita dilarang melakukan ibadah, sehingga memilih untuk menggunakan obat penunda haid.
B. Obat Penunda Haid
Obat siklus haid adalah obat yang bisa dipakai untuk mengatur saat datangnya haid pada wanita tergantung keinginan dengan cara memajukan atau menunda saat haid tersebut. Salah satu contoh obat yang biasa digunakan untuk mengatur siklus haid adalah Primolut N. Obat ini biasa digunakan oleh para calon jama’ah haji wanita yang hendak menunaikan ibadah hajinya di Makkah. Jenis obat ini mengandung hormon progestin dan hormon progesterone yang digunakan untuk mempercepat atau memperlambat masa datangnya haid, baik secara terpisah maupun kombinasi, karena siklus haid diatur oleh hormon estrogen dan progesterone.
Adapun masalah penggunaan pil penunda haid bagi muslimah yang ingin menyempurnakan ibadahnya, terutama ibadah puasa maupun ibadah haji, sebelumnya harus diingat bahwa wanita muslimah yang kedatangan haid dibulan Ramadhan yang penuh berkah tersebut maka tidak wajib untuk puasa. Artinya dibulan tersebut mereka dilarang untuk puasa dan diwajibkan untuk mengqadhanya dibulan yang lain. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi yang diriwayatkan Aisyah r.a yang artinya: “Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.”[3]
Dalam buku fatwa Syekh Abdul Aziz bin Baz, dia mengatakan bahwa pil penunda haid boleh digunakan. "Tidak mengapa bagi seorang wanita mengonsumsi pil penunda haid yang dapat mencegah datangnya haid pada dirinya pada hari-hari Ramadhan agar dia dapat berpuasa bersama dengan orang lain, atau pada hari-hari haji agar dia dapat melakukan thawaf bersama dengan yang lain, serta tidak menghalangi pelaksanaan hajinya," kata Syekh Abdul Aziz.[4]
Penggunaan pil penunda haid dibagi menjadi dua:
1.      Memajukan saat haid
Dengan cara meminum pil atau tablet yang hanya berisi hormon estrogen atau kombinasi pada hari kelima dari siklus haid dari hari kedua sampai hari ketiga sebelum datangnya haid yang diinginkan.
2.      Menunda saat haid
Dengan cara meminum pil yang hanya berisi progesterone atau kombinasi pada hari sebelum haid berikutnya datang sampai hari kedua sebelum haid yang diinginkan, karena haid biasanya akan datang dua hari setelah penghentian pil tersebut.

C. Hukum Menggunakan Obat Penunda Haid
Sesungguhnya keluarnya darah haidh merupakan perkara thabi'i (kebiasaan) dan fitrah bagi setiap wanita, karena itu hendaklah dibiarkan berjalan sesuai dengan fitrahnya sebagaimana ia diciptakan oleh Allah. Syekh al-Qordhowi berkata, ”lebih afdhol jika segala sesuatu berjalan secara alamiah sesuai dengan tabiat dan fitronya,”[5] Oleh sebab itu, Allah SWT mewajibkan berbuka bagi muslimah yang sedang haid dan bukan sekedar membolehkan untuk berbuka, apabila dia berpuasa, puasanya tidak akan diterima bahkan justru berdosa. Wanita yang sedang datang bulan hendaklah bersabar dan mengharap pahala, berzikir kepada Allah, bersedekah, berbuat baik kepada orang lain dengan kata-kata dan perbuatan.
Namun demikian, jika ada wanita Muslimah menggunakan pil untuk mengatur atau menunda waktu haidnya sehingga ia dapat terus melakukan ibadahnya, hal ini tidak terlarang, dengan syarat pil tersebut dapat dipertanggung jawabkan tidak akan menimbulkan mudharat baginya. Diriwayatkan dari imam Ahmad r.a sesungguhnya ia berkata, ”Tidaklah mengapa seorang wanita muslimah menggunakan pil penunda haid, apabila pil itu sudah diketahui keamanannya”.
Bahkan disebutkan, jika seorang wanita itu mendapatkan cara lain selain pil yang dapat mencegah datangnya haid, juga tidak apa-apa. Yang penting, cara yang digunakan untuk menunda datangnya haid ini tidak bertentangan dengan syariat agama Islam, tidak menimbulkan bahaya bagi dirinya, tidak membawa efek medis  yang membahayakan, dan dapat dipertanggung jawabkan keamanannya. Jadi untuk mengetahui hal ini, sudah tentu harus dikonsultasikan dengan ahli obstetric (dokter ahli kandungan). Apabila dokter menyatakan hal tersebut tidak membahayakannya maka diperbolehkan menggunakannya, dan ibadah yang dilakukannya tetap sah apabila dan diterima apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya.
Hal senada pun diungkapkan dalam Fatwa al-Marah oleh al-Lajnah al-Daimah, yang menyatakan, "Boleh bagi wanita menggunakan pil pencegah haid di waktu haji bila mengkhawatirkan kedatangannya.”
D. Syarat-syarat diperbolehkannya Menggunakan Obat Penunda Haid
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin diperbolehkan bagi wanita menggunakan alat pencegah haid dengan dua syarat :
Pertama. Tidak dikhawatirkan membahayakan dirinya. Bila membahayakan dirinya atau mendatangkan kemudharatan baginya, karena menggunakan alat tersebut, maka hukumnya tidak boleh.
berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195

لتَّهْلُكَةِا إِلَى بِأَيْدِيكُمْ تُلْقُوا وَلَا
Artinya :“…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, …”.
 Kedua. Dengan seizin suami, apabila si pengguna tersebut telah  bersuami dan  penggunaan alat tersebut mempunyai kaitannya dengannya.[6]
Bila temyata dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka yang lebih utama adalah tidak menggunakan obat tersebut, kecuali bila ada kebutuhan mendesak. Karena, membiarkan sesuatu yang bersifat thabii (alami) seperti apa adanya, lebih baik dan dapat menjaga kesehatan.

E. Pengaruh Pemakaian Obat Penunda Haid
Menurut Hanafi, penggunaan Pil Obat pengatur siklus haid, disamping mempunyai dampak positif  juga mempunyai dampak negatif.
1. Dampak Positif
a.    Siklus haid menjadi teratur
b.   Lamanya haid menjadi singkat
c.    Jumlah darah haid menjadi kurang
d.   Berkurangnya gejala sakit perut
e.    Berkurangnya atau hilangnya tegangan pra haid
f.    Berkurangnya rasa nyeri saat haid
Pemakaian obat kombinasi juga non kontraseptif, misalnya dapat dipergunakan untuk mengobati pendarahan disfungsional uterus, pertambahan berat badan pada beberapa wanita, acne atau sebagai terapi pengganti. Pemakaian obat ini juga terbukti mencegah anemia dan karsinoma ovarium, kebanyakan efek non kontraseptif terjadi pada preparat-preparat dengan dosis estrogen yang rendah.
2. Dampak Negatif
a.    Rasa mual dan muntah-muntah
b.   Sakit kepala hebat
c.    Perasaan lelah dan gelisah
d.   Darah tinggi
e.    Pigmentasi pada muka
f.    Keputihan
g.   Bercak darah (spotting)
h.   Nafsu makan bertambah
i.     Berat badan bertambah[7]


[1]Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, blog.re.or.id, Makna Haid dan Hikmahnya. Usia dan Masa Haid, 23-04-2011
[2] Rizkanaya.Blogspot.com, Penggunaan KB dan Pil Penunda Haid, 21-04-2011
[3] Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual, 2003, Gema Insani, Jakarta, hlm 243

[4]Yasmilna Hasni, Bataviase.co.id, Obat Penunda Haid,  21-04-2011

[5] Setiawan Budi Utomo, loc. cit

[6] Yasmilna Hasni, Bataviase.co.id, Obat Penunda Haid,  21-04-2011



[7] Rizkanaya.Blogspot.com, Penggunaan KB dan Pil Penunda Haid, 21-04-2011

DIBALIK SOSOK SEORANG AYAH


Ku yakin kini kau mulai dewasa, kau sudah mulai mencerna sesuatu dengan baik, kau bisa menilai sesuatu denagnn kritis, dan kau telah bisa merenungi suatu makna...
Ok siapin tisu..