CERPEN


By: Zeny Purwati
“ Kerinduan-Ku pada Ibu. Ibu, Sungguh Aku Sangat Merindukanmu.”

[ Tiga bulan pertama tinggal di asrama ]
Pagi yang cerah, kurasakan udara yang sejuk menerpa tubuhku yang ringkih. Karena seminggu berlalu, tapi batukku belum juga reda. Ku hirup udaranya yang segar dengan perlahan, ku nikmati pelan – pelan dan ku hembuskan. . . . . . . “ uhhugh . . uhhugh . . uhhugh . . !!!“ tiba – tiba batukku merusak suasana cerah itu, tak sadar ku merenung dan terbesit dalam pikiranku perasaan rindu yang menggebu pada ibuku. Kulanjutkan, dengan membayangkan aku pulang kerumah dan sesampainya dirumah . . . kupeluk ibu dengan erat , kucium tangannya dan ku ucapkan betapa aku sangat merindukannya . . . . “uhhugh . . uhhugh . . uhhugh . . !!!“ lagi – lagi batuk mengusik dan merusak bayanganku, “uhhugh . . uhhugh . . uhhugh . . !!!“ Astaghfirullahhaladzim . . . Ya Allah, ampunilah dosaku, Ku mohon sembuhkanlah batuk yang menyesakkan ini . . . .[ dengan lirih ku ucapkan sambil menahan sakit ]



Pagi itu, hari Minggu yang merupakan hari libur . Aku pun berusaha menyelesaikan beberapa pekerjaanku ; memasak , mencuci , dan ikut serta dalam piket rutin di asrama tempat tinggalku. Berat rasanya melakukan semua itu, namun aku terus mencoba bertahan agar dapat menyelesaikannya. Waktu pun berlalu . . . . . . ! Tepat pukul delapan, akhirnya pekerjaan itu dapat terselesaikan juga. Lalu, ku ambil handuk biruku yang kugantung dibelakang pintu di kamarku yang berukuran 6 x 4 meter yang terdapat kamar mandi didalamnya. “ Aku mandi . . . . . ! !” setelah selesai, karena merasa dingin akhirnya kumengenakan switer berwarna coklat, dan rasanya ingin kunikmati hangatnya pancaran matahari yang mulai tinggi kala itu.

Ku duduk di belakang asrama di dekat sebuah sumur tua yang selalu menyediakan air kepada seluruh penghuni asrama. Ku duduk dengan posisi kaki kunaikkan keatas kursi yang sedang kududuki karena menahan perut yang sakit akibat batuk yang tak kunjung henti. Kunikmati hangatnya terik sinar matahari, ku pejamkan mataku, ku tenangkan hati , dan ku coba tuk sejenak melupakan rasa sakitku . . . “uhhugh uhhugh . . uhhugh uhhugh. . “ batukku tak henti . . . sesak dadaku, kuambil segelas air putih yang baru kutuangkan dari galon. Lagi – lagi kuminum obat yang kuperoleh dari puskesmas minggu lalu. Tak sengaja terlihat ponsel yang tergeletak diatas kasur, ragu kumengambilnya, namun terbesit dalam benakku ingin sekali mendengar suara ibu . Tapi, apa yang akan kukatakan kepedanya . . seraya mengambil ponselku dan ku menelphon ibu . [ berharap, sejenak dapat melupakan rasa sakit akibat batuk itu ] . kutekan dua belas digit nomor di ponselku sambil berjalan menuju tempat dudukku semula . . . . . . .
Wahai . . . . . Pemilik nyawaku
Betapata lemah diriku ini
Berat . . . . ujian dari-Mu
Ku pasrahkan semua
Pada-Mu . . . .

Tuhan . . . .
Baru ku sadar . . . Indah nikmat sehat itu
Tak pandai aku bersyukur
Kini ku harapkan cinta-Mu . . . .

Dua bait syair lagu “ Muhasabah Cinta “ oleh Edcoustic yang kudengar nada sambung pribadinya. Tak terasa mataku meneteskan air mata, dilanjutkan oleh suara operator “ Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, tuut . .tuuut !?!” “Mungkin ibu sedang dibelakang,” pikirku. Kucoba lagi mengulangi panggilan itu . Tak lama ku mendengar NSPnya . . . “ Hallo . . . , Assalamu’alaikum . . . [ ku dengar lembut suara ibu, spontan kuusap air mataku dan ku mencoba tenang untuk menjawab salamnya ] wa’alaikum sa. . . .lam, “ uhhugh uhhugh. . .uhhugh. . . ! “ [ jawabku tersendat, diiringi batuk – batuk dilanjutkan pertanyaan ibu ] “ Ndok . . . kok batuknya sampai begitu ?” Aku pun terdiam . . . . . tak dapat mulutku berkata, dadaku sesak , hatiku engap , lidahku tertahan entah mengapa. Tak satu pun kata yang dapat ku ucapkan . . . , ibuku panik sambil berkata “ Hallo. . .hallo. . ., ndok . . . ya Allah . . . , ndok . . . . !?! kepanikan ibu yang kurasakan. Aku pun menangis meluapkan semua yang kurasakan. Dengan tersendat – sendat aku mencoba bicara “ Bu . . . gi . .ma. .na keadaan ibu . .? ndok kangen` . . . [ haru tangisku berlanjut karena mendengar suara ibu ] dilanjutkan jawaban ibu, “ Alhamdulillah ndok, ibu sehat, iya . . ibu juga kangen, udah . . . berhenti nangisnya, nanti dadamu tambah sesak. . [ dengan pelan ibu menenangkanku ] batuknya kok sampe begitu, udah periksa belum ndok ? apa yang dirasakan ? [Tanya ibuku prihatin dengan keadaanku ] . Aku mulai tenang dan ku luapkan rasa rinduku kepadanya. Aku ungkapkan semua keluhanku tentang batuk yang menyesakkan dadaku. Seketika itu, Aku pun serasa sembuh, dan batukku mulai mereda.

Di pagi itu, aku luapkan kerinduanku pada ibu. Sungguh aku sadar tak mampu ku jauh darinya. Ibu sangat berarti bagiku, ibu yang selalu menyayangiku, menasihatiku, menenangkan aku dikala sedih, memberi semangat padaku. Ibu yang telah berkorban banyak untukku. Sungguh, tak dapat terbalas jasanya olehku, hingga kapanpun. Ku ucapkan maaf kepada ibu, karena ketika bersamanya aku sering membutnya kesal serta pernah tak kulaksanakan perintahnya, tak kuhiraukan perkataannya. Namun, kini ketika jauh betapa aku merasakan kerinduan yang teramat sangat kepada ibu. Rindu akan peluk sayangnya, senyum indahnya, kata – kata nasihatnya , kemarahan ibu ketika aku berbuat kesalah dan sungguh semua itu selalu tersimpan dalam hatiku. Ibu, ku sangat menyayangimu. Walaupun, kini aku mulai dewasa, namun ketika mengingatmu aku merasa seperti anak kecil yang selalu membutuhkan kasihsayang serta perhatian dari mu ibu. Ingin ku dekap tubuhmu, menangis di pangkuanmu hingga aku tertidur bagai masa kecilku dulu. Ibu, sungguh aku sangat merindukanmu.

0 komentar:

Posting Komentar